Banyak
orang berpendapat bahwa keris yang terbaik untuk dimiliki adalah keris
peninggalan orang tua atau sering disebut keris pusaka keluarga,
yang diwariskan turun-temurun kepada anak-cucu keturunan.
Walaupun banyak yang berpendapat demikian, tetapi menurut
hemat penulis hal itu tidaklah selalu benar.
Ada pemilik keris yang
memperoleh / menyimpan keris peninggalan orang tua, tetapi justru
banyak mengalami nasib buruk, misalnya anggota keluarganya
sering sakit-sakitan, rejeki tidak lancar, sering dirundung
nasib sial, kerapkali mengalami musibah / kecelakaan, sering
bermimpi buruk, kerisnya kerap menimbulkan bunyi-bunyian aneh
hingga mengganggu dan membuat takut seisi rumah, atau hal-hal buruk lainnya.
Mengapa bisa terjadi yang demikian itu?
Sebagai
benda pribadi yang sangat berharga, keris dianggap sebagai benda yang
pantas diwariskan kepada anak-cucu, menjadi benda pusaka
yang diturunkan dari generasi ke generasi. Para
generasi terdahulu umumnya memahami ajaran kejawen, termasuk ilmu
pengetahuan mengenai seluk beluk perkerisan, pemeliharaannya dan kecocokkan karakter keris dengan pemiliknya.
Seiring
perkembangan zaman, nilai-nilai kejawen dan perkerisan pun mulai
ditinggalkan masyarakat, sehingga tak
banyak lagi masyarakat yang tahu dan memahami masalah perkerisan dengan
baik. Akibatnya, mulai muncullah masalah antara keris dan pemiliknya. Efek buruk dari sebilah keris baru
muncul ketika keris tersebut tidak cocok dengan pemiliknya.
Masing-masing
keris mempunyai tuah / kegaiban sendiri-sendiri, seperti untuk perlindungan, kesaktian, kekuasaan, rejeki, dsb. Tuah keris yang
paling dasar adalah untuk perlindungan bagi si pemilik dari
serangan gaib / kejahatan. Jadi, selain tuah untuk
kesaktian, kekuasaan atau rejeki, keris juga memberikan tuah sebagai perlindungan bagi si pemilik.
Namun
tuah-tuah itu tidak begitu
saja didapatkan oleh si pemilik keris, walaupun kerisnya itu
adalah peninggalan orang tua. Harus ada ritual / proses
untuk menyatukan gaib keris dengan pemiliknya dahulu sampai si keris
benar-benar mau "mengikut" si pemilik keris. Setelah itu,
barulah kemudian si keris mau memberikan tuahnya kepadanya.
Bila tidak demikian, maka keris itu tidak akan memberikan
tuah apapun kepadanya. Malah bisa jadi justru nasib jelek yang akan
dialami oleh orang itu dan keluarganya karena terbebani oleh keberadaan
keris itu.
Biasanya,
bila si keris mau 'ikut' dengan seseorang (pemilik keris), keris itu
akan memberi mimpi kepada orang itu. Dalam mimpi itu, gaib
keris akan menampakkan diri sebagai seseorang yang
bersahabat dan akan menunjukkan, dalam bentuk penggambaran / perlambang,
tentang manfaat apa yang akan diberikan oleh si keris kepadanya.
Begitu
juga sebaliknya, bila si keris tidak mau ikut, maka ia akan memberikan
mimpi buruk kepadanya dan dalam mimpi itu si keris
menggambarkan diri sebagai sesuatu yang menakutkan dan
menjadi ancaman bagi si pemilik. Dengan demikian si pemilik keris harus
bisa menerjemahkan arti dari mimpinya itu sehubungan kecocokkannya dengan si keris.
Sebuah
keris
akan berkomunikasi dengan pemiliknya dengan cara memberi mimpi kepada
si pemilik atau anggota keluarganya. Misalnya
tentang dia mau ikut atau tidak, sesaji apa yang dia minta,
sampai mengenai kejadian-kejadian penting yang akan dialami
oleh si pemilik atau anggota keluarganya. Dengan demikian, si pemilik
keris dan keluarganya harus cepat tanggap dan tidak menganggap
mimpinya adalah mimpi biasa, karena mereka tidak sendiri
lagi. Ada si keris yang senantiasa memperhatikan kehidupan
mereka.
Bila
si pemilik keris tidak pernah mendapatkan mimpi
apa-apa, kemungkinan besar si keris tidak mau ikut dengannya
dan tidak peduli kepadanya. Namun walaupun si pemilik tidak
mendapatkan tanda apapun dari si keris, bukan berarti keberadaan keris
itu aman-aman saja baginya. Karena bila ada perbuatan si
pemilik yang tidak berkenan bagi si keris, bisa jadi si
pemilik akan mengalami nasib buruk.
Asal-usul
keris kita, selain pemberian dari orang tua, bisa juga pemberian dari
seorang yang lain atau mungkin 'membeli' dari pedagang keris. Kita perlu
memperhatikan bagaimana si pemilik keris sebelum kita itu memperlakukan
kerisnya.
Apakah kerisnya rajin diberi sesaji ?
Sesaji apa yang biasanya dia berikan ?
Apakah rajin dijamas ?
Apakah kerisnya menimbulkan gangguan atau keanehan ?
Kebiasaan
perlakuan si pemilik keris terdahulu terhadap kerisnya dapat juga
mempengaruhi kecocokkan / ketidak-cocokkan keris tersebut dengan kita.
Sebagai
contoh, misalnya kita memelihara seekor kucing yang dahulunya adalah
milik seorang pedagang ikan di pasar. Dahulunya kucing itu dibiarkan
liar (bukan kucing rumahan) dan biasa diberi makan daging ikan mentah.
Karena tidak terbiasa, mungkin kucing itu akan merasa 'terpaksa' makan,
bila kita beri makan nasi dan ikan goreng atau ikan asin, atau makanan
yang lain. Padahal menurut kita makanan itu lebih baik. Lebih pantas.
Lebih higienis. Tetapi si kucing merasa tidak cocok karena tidak
terbiasa dengan makanan itu.
Begitu
juga dengan keris. Mungkin kita akan merasa berat bila harus memberinya
bakaran menyan, karena baunya menyengat dan identik dengan kesan klenik
di mata orang lain. Padahal dahulunya keris itu biasa dibakarkan
menyan. Atau mungkin keris itu sering diberi sesaji kembang setiap malam
jum'at kliwon dan dijamas setiap tahun. Itu juga mungkin akan
memberatkan kita karena kita juga tidak serajin orang dahulu dalam
memberi sesaji atau merawat keris. Itu terjadi karena mungkin kedekatan
hati kita dengan si keris tidak akan sama dengan si pemilik terdahulu.
Gaib
keris dapat membaca jalan pikiran dan kepribadian kita. Kalau dia tidak
nyaman dengan kepribadian kita, mungkin dia akan merasa 'terpaksa'
bila berada bersama kita. Tetapi bisa juga keris itu mau mengikut kita,
bila dipandangnya kepribadian kita lebih baik daripada si pemilik
terdahulu.
Jadi,
memiliki / menyimpan keris peninggalan orang tua tidaklah selalu baik
untuk kita. Mendapatkan keris dari orang lain atau 'membeli'
dari pedagang juga belum tentu tidak baik. Yang terpenting
adalah keris yang kita miliki adalah yang sesuai dan sejalan
dengan kita dan bermanfaat dalam kehidupan kita. Ini adalah langkah
awal kita untuk menilai baik / tidaknya sebuah keris bagi
kita.
Hal penting yang harus
diperhatikan adalah bila anda
mendapatkan tanda bahwa si keris tidak mau ikut dengan anda,
maka kami menganjurkan supaya anda merelakan keris itu
untuk dipindahtangankan kepada orang lain yang kira-kira si keris mau
ikut dengannya. Jangan memaksakan diri untuk menyimpan keris
itu. Hal-hal yang tidak sejalan dengan anda sebaiknya
jangan anda paksakan untuk bersama anda, karena sudah pasti tuahnya
tidak akan anda dapatkan dan nantinya
anda dan keluarga akan menjadi terbebani dengan keberadaannya.
Agar keberadaan pusaka yang kita miliki dapat mengantar kita pada kehidupan yang lebih baik seperti yang kita
inginkan, maka hal penting yang harus kita lakukan adalah :
1. Mencocokkan kepribadian pusaka kita dengan kepribadian kita.
2. Mencocokkan tuah pusaka kita dengan jalan kehidupan / penghidupan kita.
3. Mencocokkan tuntutan pemeliharaan keris dengan kemampuan dan ketelatenan kita.
Dengan
upaya demikian, keris-keris yang kita miliki akan mampu menjadi keris pembawa
keberuntungan, bukan sebaliknya, keris pembawa kesialan.
(baca juga : Menayuh Keris).
Keris adalah sejenis pedang pendek yang berasal dari pulau Jawa, Indonesia.
Keris
purba telah digunakan antara abad ke-9 dan 14. Selain digunakan sebagai
senjata,keris juga sering dianggap memiliki kekuatan supranatural.
Keris terbagi menjadi tiga bagian yaitu mata, hulu, dan sarung.
Beberapa jenis keris memiliki mata pedang yang berkelok-kelok. Senjata
ini sering disebut-sebut dalam berbagai legenda tradisional, seperti
keris Mpu Gandring dalam legenda Ken Arok dan Ken Dedes.