Keris Setan Kober
Keris Kyai Setan Kober merupakan sebilah keris
pusaka luk 13 yang diciptakan oleh Mpu Bayu Aji pada zaman kerajaan
Pajajaran (1150). Mpu Bayu Aji adalah seorang mpu yang sangat mumpuni
dan berpengatahuan sangat luas. Beliau juga mempunyai murid-murid dari
bangsa jin dan siluman karena tempat tinggal sang mpu berada di tepi
hutan yang sangat angker di daerah Cirebon. Karena kewaskitaan beliau,
banyak dari golongan para jin yang selalu ingin menimba ilmu dan
mengabdi padanya. Sang mpu merasa jengkel karena sangat sering mendengar
rengekan para jin yang ingin berguru padanya.
Hingga
suatu hari sang mpu tengah menciptakan sebilah keris pusaka luk 13.
Ketika sang mpu sedang mengheningkan cipta untuk memasukkan daya magis
pada keris tersebut, konsentrasinya terganggu gara-gara rengekan para
jin. Akhirnya keris pusaka tersebut menjadi tidak sempurna, dan
dinamakan sebagai Keris Kyai Setan Kober. Karena tercipta akibat daya
panas dan ambisi yang besar. Konon keris ini pernah jatuh ke tangan Arya
Penangsang, Adipati Jipang – Panolan, pada masa Kerajaan Demak Bintoro
(1521 – 1546)
waktu itu Arya Penangsang kemudian mengirim empat
orang utusan membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu Sultan
Trenggana yang menjadi bupati Pajang. Meskipun keempatnya dibekali
keris pusaka Kyai Setan Kober, maka ketika ke empat suruhan Arya
penangsang masuk ke kamar Sultan terbangau dan melemparkan selimutnya ke
arah ke empat suruhan Arya penangsang dan terjadilah perkelahian dan
dapat dikalahkan Hadiwijaya setelah mengaku dan Hadiwijaya memaafkanya
dan memberikan sejumlah uang
Hadiwijaya ganti mendatangi Arya Penangsang untuk
mengembalikan keris Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan
didamaikan Sunan Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit pulang, sedangkan
Sunan Kudus menyuruh Penangsang berpuasa 40 hari untuk mendinginkan
amarahnya yang labil.
Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah ke
Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu Kalinyamat mendesak
Hadiwijaya agar segera menumpas Arya Penangsang. Ia yang mengaku
sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto berjanji akan menyerahkan Demak dan
Jepara jika Hadiwijaya menang.
Hadiwijaya segan memerangi Penangsang secara langsung karena merasa sebagai sesama anggota keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh bupati Jipang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan pasukan Pajang untuk membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya (putra kandung Ki Ageng Pemanahan ikut serta.
Hadiwijaya segan memerangi Penangsang secara langsung karena merasa sebagai sesama anggota keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh bupati Jipang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan pasukan Pajang untuk membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya (putra kandung Ki Ageng Pemanahan ikut serta.
Ketika pasukan Pajang datang menyerang Jipang, Arya Penangsang sedang
berpesta merayakan keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan
atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Meskipun
sudah disabarkan Arya Mataram, Penangsang tetap berangkat ke medan
perang.
Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Perut Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip dipinggang.
Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Perut Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip dipinggang.
Sutawijaya terkesan menyaksikan betapa gagahnya
Arya Penangsang dengan usus terburai yang menyangkut pada hulu kerisnya.
Ia lalu memerintahkan agar anak laki-lakinya, kalau kelak menikah
meniru Arya Penangsang, dan menggantikan buraian usus dengan rangkaian
atau ronce bunga melati, dengan begitu maka pengantin pria akan tampak
lebih gagah, dan tradisi tersebut tetap digunakan hingga saat ini.
Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat
mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya
Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.
Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman
perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam
rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan
pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia
belasan tahun.Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu bahwa kematian Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya (bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri), dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah.
Keris Kyai Sengkelat
Ketika Kerajaan Majapahit mulai surut, hiduplah seorang empu keris yang sakti mandraguna. Dia bernama Jaka Supa putra dari Bupati Empu yang bernama Ki Supadriya. Jaka Supa adalah seorang pemuda yang sederhana, namun sangat menyukai tapa brata istilah jawanya adalah “Gentur lelaku prihatin”. Kelak atas perjuangan tapa bratanya, beliau akan menurunkan pusaka pusaka yang hebat dan juga menurunkan empu-empu pembuat keris yang luar biasa di tanah jawa. Konon pada suatu ketika, wilayah kerajaan Majapahit dilanda “pagebluk” yang sangat nggegirisi,hingga banyak para kawula (rakyat jelata) yang pagi sakit sore meninggal dan sore sakit paginya meninggal.Tidak hanya para rakyat jelata, banyak juga beberapa bangsawan, pandita dan sebagainya terserang penyakit yang sangat misterius ini. Hingga akhirnya kekawatiran Sang Prabu atas nasib penghuni Kraton oleh sebab ganasnya pageblug tersebut terjadi juga, Dyah Ayu Sekar Kedaton jatuh sakit.Sudah beberapa tabib pinunjul dari penjuru negeri dihadirkan untuk membatu kepulihan sang putri, namun toh hasilnya selalu nihil. Bahkan kalau malam menjelang , penyakit sang putri kian menjadi jadi. Untuk menghindari kejadian yang tidak di inginkan, sang prabu menugaskan segenap abdi dalem untuk bergiliran menjaga sang putri, khususnya di malam hari.
Hingga suatu malam, sampailah giliran jaga itu jatuh pada Tumenggung Supandriya dan Tumenggung Supagati. Akan tetapi, karena mereka berdua ternyata sakit, maka tugas itu diwakilkan kepada anak anak mereka. Jaka Supa putra dari Tumennggung Supandriya dan Majigjo adalah putra dari Tumenggung Supagati. Sore itu langit agak mendung, disebelah barat semburat sinar matahari tampak kemerahan menyaput mega. Hingga dari jauh terlihat menakutkan laksana banjir darah siap menerkam majapahit. Mereka (Jaka Supa dan Majigja ) berangkat bersama sama menuju Kraton, ditengah perjalanan tak henti hentinya Majigja menceritakan kerisnya yang indah berlapis emas hasil buatanya sendiri. Keris itu diberinya nama sabuk Inten, sebuah keris yang indah, anggun, berpamor eksotis dan menyimpan enegi gaib yang luar biasa, bahkan sembari bercanda, kadang Majigja setengah meledek keris buatan Jaka Supa yang diberi nama Kyai Sengkelat itu. Sengkelat memang berbentuk sangat sederhana, dia sangat polos , tak banyak ornamen, ibarat naga dia bagaikan seekor naga yang hitam legam tanpa mahkota. Namun dibalik kesederhanaanya itulah, Sengkelat adalah keris yang pilih tanding.
Sesampai di keputren, mereka berdua langsung mengambil tempat jaga masing masing. Jaka Supa di sebelah kanan regol, sedangkan Majigja disebelah kiri.Beberapa saat waktu berlalu ,tidak terjadi apa-apa. Namun menjelang tengah malam, tiba tiba angin berdesir agak kencang menebar aura mistis yang menggetarkan hati para prajurit yang ikut menjaga kediaman sang putri, angin itu makin melembut dan melembut, hingga akhirnya banyak prajurit yang kemudian bergelimpangan tak mampu menahan hawa kantuk yang luar biasa. Tiba-tiba dari arah Gedong pusaka muncul sinar merah kehitaman yang sangat terang benderang, sinar itu naik memanjat langit setinggi lima pohon kelapa dewasa. Sinar tersebut berpendar pendar ke segala penjuru, menebarkan hawa teluh atau wabah penyakit yang mengakibatkan pageblug tersebut. Jaka Supa dan Majigja tak bergeming, ternyata hanya mereka berdua yang masih tersisa dari serangan hawa kantuk tersebut, mereka meningkatkan kewaspadaan , setelah mereka cermati ternyata sinar yang menebar teluh tersebut adalah Keris Kyai Condong Campur. Sabuk Inten yang sedari tadi sudah okrak-okrok pengen keluar dari warangkanya tiba tiba melesat naik ke angkasa, pertempuran condong campur dan sabuk inten tak terelakan lagi, namun sabuk inten memang jauh dibawah condong campur, baru sekitar sepuluh menit sabuk inten dapat dikalahkan dan balik ke warangkanya. Bahkan lambung Sabuk Inten “grimpil” dibagian depan , akibat hantaman Condong Campur. Jaga Supa tanggap sasmita, Sengkelat segera dicabut dari warangkanya setelah mendapat restu, keris pusaka tersebut membumbung tinggi ke angkasa, pertempuran terjadi sangat sengit sekali, desak mendesak dan serang menyerang. Setelah hampir subuh condong campur mulai kewalahan hingga akhirnya Sengkelat berhasil mematahkan ujung condong campur satu luk, akhirnya condong campurpun ngibrit ketakutan dan masuk kembali ke gedong pusaka. Sejak saat itu condong campur tak pernah keluar lagi menebar pageblug, semenjak saat itu pula Dyah Ayu sekar kedaton berangsur angsur sembuh, dan atas jasa-jasanya Jaka Supa akhirnya diangkat menjadi Empu Kerajaan kesayangan sang Prabu. Kelak dari tangannya akan lahir pusaka pusaka hebat yang sampai saat ini dikejar kejar oleh para pecinta keris, dan dari beliau juga akan lahir empu empu hebat penerusnya, keturunan terakhir beliau menurut cerita adalah Empu Djeno Harum Braja dari Ngayugyokarto Hadiningrat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar