Keris adalah sejenis pedang pendek yang berasal dari pulau Jawa, Indonesia.
Keris
purba telah digunakan antara abad ke-9 dan 14. Selain digunakan sebagai
senjata,keris juga sering dianggap memiliki kekuatan supranatural.
Keris terbagi menjadi tiga bagian yaitu mata, hulu, dan sarung.
Beberapa jenis keris memiliki mata pedang yang berkelok-kelok. Senjata
ini sering disebut-sebut dalam berbagai legenda tradisional, seperti
keris Mpu Gandring dalam legenda Ken Arok dan Ken Dedes.
Keris
sendiri sebenarnya adalah senjata khas yang digunakan oleh
daerah-daerah yang memiliki rumpun Melayu atau bangsa Melayu.Pada saat
ini, Keberadaan Keris sangat umum dikenal di daerah Indonesia terutama
di daerah pulau Jawa dan Sumatra, Malaysia, Brunei, Thailand dan
Filipina khususnya di daerah Filipina selatan (Pulau Mindanao). Namun,
bila dibandingkan dengan Indonesia dan Malaysia, keberadaan keris dan
pembuatnya di Filipina telah menjadi hal yang sangat langka dan bahkan
hampir punah.
Tata
cara penggunaan keris juga berbeda di masing-masing daerah. Di daerah
Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang.
Sementara di Sumatra, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan
di depan. Sebenarnya keris sendiri memiliki berbagai macam bentuk, ada
yang bermata berkelok kelok (7, 9 bahkan 13), ada pula yang bermata
lurus seperti di daerah Sumatera. Selain itu masih ada lagi keris yang
memliki kelok tunggal seperti halnya rencong di Aceh atau Badik di
Sulawesi.
Bagian-bagian keris
Sebagian
ahli tosan aji mengelompokkan keris sebagai senjata tikam, sehingga
bagian utama dari sebilah keris adalah wilah (bilah) atau bahasa awamnya
adalah seperti mata pisau. Tetapi karena keris mempunyai kelengkapan
lainnya, yaitu wrangka (sarung) dan bagian pegangan keris atau ukiran,
maka kesatuan terhadap seluruh kelengkapannya disebut keris.
* Pegangan keris
Pegangan
keris ini bermacam-macam motifnya , untuk keris Bali ada yang
bentuknya menyerupai patung dewa, patung pedande, patung raksaka, patung
penari , pertapa, hutan ,dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan
batu mulia .Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu
sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang
merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas
keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris
Riau Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat
pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau) , Palembang,
Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai
ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang
dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang,
logam, dan yang paling banyak yaitu kayu. Untuk pegangan keris Jawa,
secara garis besar terdiri dari sirah wingking ( kepala bagian belakang
) , jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan) ,weteng dan
bungkul.
* Wrangka atau Rangka
Wrangka,
rangka atau sarung keris adalah bagian (kelengkapan) keris yang
mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat
Jawa, karena bagian wrangka inilah yang secara langsung dilihat oleh
umum . Wrangka yang mula-mula (sebagian besar) dibuat dari bahan kayu
(jati , cendana, timoho , kemuning, dll) , kemudian sesuai dengan
perkembangan zaman maka terjadi perubahan fungsi wrangka (sebagai
pencerminan status sosial bagi penggunanya ). Kemudian bagian atasnya
atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading. Secara garis besar
terdapat dua macam wrangka, yaitu jenis wrangka ladrang yang terdiri
dari bagian-bagian : angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk
seperti daun), gandar, ri serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah
jenis wrangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan
wrangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong dan gandek.
Aturan pemakaian bentuk wrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak
mutlak. Wrangka ladrang dipakai untuk upacara resmi , misalkan
menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, pengangkatan
pejabat kerajaan, perkimpoian, dll) dengan maksud penghormatan. Tata
cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan
sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai
pertimbangan untuk keselamatan raja ). Sedangkan wrangka gayaman dipakai
untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat
pinggang) ataupun di belakang (pinggang belakang). Dalam perang, yang
digunakan adalah keris wrangka gayaman , pertimbangannya adalah dari
sisi praktis dan ringkas, karena wrangka gayaman lebih memungkinkan
cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana. Ladrang dan
gayaman merupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi
wrangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang ( sepanjang wilah
keris ) yang disebut gandar atau antupan ,maka fungsi gandar adalah
untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu (
dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran )
Karena fungsi gandar untuk membungkus , sehingga fungsi keindahannya
tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya akan dilapisi seperti
selongsong-silinder yang disebut pendok . Bagian pendok ( lapisan
selongsong ) inilah yang biasanya diukir sangat indah , dibuat dari
logam kuningan, suasa ( campuran tembaga emas ) , perak, emas . Untuk
daerah diluar Jawa (kalangan raja-raja Bugis , Goa, Palembang, Riau,
Bali ) pendoknya terbuat dari emas , disertai dengan tambahan hiasan
seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian.
Untuk keris Jawa , menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1)
pendok bunton berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya ,
(2) pendok blewah (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu
ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat , serta (3) pendok
topengan yang belahannya hanya terletak di tengah . Apabila dilihat
dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok
polos (tanpa ukiran).
* Wilah
Wilah
atau wilahan adalah bagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri
dari bagianbagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang
biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah
(ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur
jangkung mayang, jaka lola , pinarak, jamang murub, bungkul , kebo
tedan, pudak sitegal, dll. Pada pangkal wilahan terdapat pesi , yang
merupakan ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah
yang masuk ke pegangan keris ( ukiran) . Pesi ini panjangnya antara 5
cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm, bentuknya
bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut paksi, di
Riau disebut puting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei dan Malaysia
disebut punting.
Pada
pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut
ganja (untuk daerah semenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya
terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga
bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji
mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni,
dimana ganja mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan
lingganya. Ganja ini sepintas berbentuk cecak, bagian depannya disebut
sirah cecak, bagian lehernya disebut gulu meled , bagian perut disebut
wetengan dan ekornya disebut sebit ron. Ragam bentuk ganja ada
bermacammacam, wilut , dungkul , kelap lintah dan sebit rontal.
Luk,
adalah bagian yang berkelok dari wilah-bilah keris, dan dilihat dari
bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus
dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara
sederhana menghitung luk pada bilah , dimulai dari pangkal keris ke
arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua
sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah
banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal ( ganjil) dan
tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luk tiga (3) dan
terbanyak adalah luk tiga belas (13). Jika ada keris yang jumlah luk
nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija ,atau keris
tidak lazim .
Sejarah Asal keris
Sejarah
Asal keris yang kita kenal saat ini masih belum terjelaskan betul.
Relief candi di Jawa lebih banyak menunjukkan ksatria-ksatria dengan
senjata yang lebih banyak unsur Indianya. Keris Budha dan pengaruh
India-Tiongkok Kerajaan-kerajaan awal Indonesia sangat terpengaruh oleh
budaya Budha dan Hindu. Candi di Jawa tengah adalah sumber utama
mengenai budaya zaman tersebut. Yang mengejutkan adalah sedikitnya
penggunaan keris atau sesuatu yang serupa dengannya. Relief di
Borobudur tidak menunjukkan pisau belati yang mirip dengan keris. Dari
penemuan arkeologis banyak ahli yang setuju bahwa proto-keris berbentuk
pisau lurus dengan bilah tebal dan lebar. Salah satu keris tipe ini
adalah keris milik keluarga Knaud, didapat dari Sultan Paku Alam V.
Keris ini relief di permukaannya yang berisi epik Ramayana dan terdapat
tahun Jawa 1264 (1342Masehi), meski ada yang meragukan penanggalannya.
Pengaruh kebudayaan Tiongkok mungkin masuk melalui kebudayaan Dongson
(Vietnam) yang merupakan penghubung antara kebudayaan Tiongkok dan
dunia Melayu. Terdapat keris sajen yang memiliki bentuk gagang manusia
sama dengan belati Dongson.
Keris “Modern”
Keris
yang saat ini kita kenal adalah hasil proses evolusi yang panjang.
Keris modern yang dikenal saat ini adalah belati penusuk yang unik.
Keris memperoleh bentuknya pada masa Majapahit (abad ke-14) dan
Kerajaan Mataram baru (abad ke-17-18). Pemerhati dan kolektor keris
lebih senang menggolongkannya sebagai “keris kuno” dan ”keris baru”
yang istilahnya disebut nem-neman ( muda usia atau baru ). Prinsip
pengamatannya adalah “keris kuno” yang dibuat sebelum abad 19 masih
menggunakan bahan bijih logam mentah yang diambil dari sumber
alam-tambang-meteor ( karena belum ada pabrik peleburan bijih besi,
perak, nikel dll), sehingga logam yang dipakai masih mengandung banyak
jenis logam campuran lainnya, seperti bijih besinya mengandung
titanium, cobalt, perak, timah putih, nikel, tembaga dll. Sedangkan
keris baru ( setelah abad 19 ) biasanya hanya menggunakan bahan besi,
baja dan nikel dari hasil peleburan biji besi, atau besi bekas ( per
sparepart kendaraan, besi jembatan, besi rel kereta api dll ) yang
rata-rata adalah olahan pabrik, sehingga kemurniannya terjamin atau
sedikit sekali kemungkinannya mengandung logam jenis lainnya. Misalkan
penelitian Haryono Arumbinang, Sudyartomo dan Budi Santosa ( sarjana
nuklir BATAN Yogjakarta ) pada era 1990, menunjukkan bahwa sebilah
keris dengan tangguh Tuban, dapur Tilam Upih dan pamor Beras Wutah
ternyata mengandung besi (fe) , arsenikum (warangan )dan Titanium (Ti),
menurut peneliti tersebut bahwa keris tersebut adalah ”keris kuno” ,
karena unsur logam titanium ,baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri
pada sekitar tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja
namun jauh lebih ringan dari besi, banyak digunakan sebagai alat
transportasi modern (pesawat terbang, pesawat luar angkasa) ataupun
roket, jadi pada saat itu teknologi tersebut belum hadir di Indonesia.
Titanium banyak diketemukan pada batu meteorit dan pasir besi biasanya
berasal dari daerah Pantai Selatan dan juga Sulawesi. Dari 14 keris
yang diteliti , rata-rata mengandung banyak logam campuran jenis lain
seperti cromium,stanum, stibinium, perak, tembaga dan seng, sebanyak 13
keris tersebut mengandung titanium dan hanya satu keris yang
mengandung nikel. Keris baru dapat langsung diketahui kandungan jenis
logamnya karena para Mpu ( pengrajin keris) membeli bahan bakunya di
toko besi, seperti besi, nikel, kuningan dll. Mereka tidak menggunakan
bahan dari bijih besi mentah ( misalkan diambil dari pertambangan )
atau batu meteorit , sehingga tidak perlu dianalisis dengan isotop
radioaktif. Sehingga kalau ada keris yang dicurigai sebagai hasil
rekayasa , atau keris baru yang berpenampilan keris kuno maka
penelitian akan mudah mengungkapkannya.
Keris Pusaka terkenal
Keris Mpu Gandring
Keris Pusaka Setan Kober
Keris Kyai Sengkelat
Keris Pusaka Nagasastra Sabuk Inten
Keris Kyai Carubuk
Keris Kyai Condong Campur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar