Pamor diketahui berasal dari meteor yang jatuh ke bumi. Di Jawa, tercatat bahwa
pada masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwana IV ditemukan sebongkah meteor yang
jatuh ke bumi, yaitu sekitar tahun 1723 J atau tahun 1801 M. Meteor yang jatuh
di sekitar daerah Prambanan wilayah Surakarta tersebut berukuran tinggi sekitar
50 cm, dan berdiameter 80 cm.
Benda tersebut sampai sekarang disimpan di Kraton Surakarta sebagai salah satu
benda pusaka kraton, dan disebut "Kanjeng Kyai Pamor" yang dimanfaatkan dalam
pembuatan keris sejak Susuhunan Paku Buwana IV hingga Susuhunan Paku Buwana XI
(1939-1945). Penelitian metalurgis terhadap meteor tersebut dengan menggunakan
spectrophotometer menunjukkan bahwa didalam kanjeng Kyai Pamor terdapat unsur-unsur
nikel, titanium, besi, timbal, dan timah putih atau sekitar 94% unsur besi dan
5% unsur nikel.
Ada beberapa jenis meteor yaitu:
- meteorit, mengandung besi dan nikel, kalau ditempa didalam keris menjadi kelabu;
- siderit, hanya mengandung besi, kalau ditempa dalam keris menjadi 'pamor ireng' (warna hitam); dan
- aerolit, kalau ditempa dalam keris tidak tampak jelas, disebut 'pamor jalada'.
- meteorit, mengandung besi dan nikel, kalau ditempa didalam keris menjadi kelabu;
- siderit, hanya mengandung besi, kalau ditempa dalam keris menjadi 'pamor ireng' (warna hitam); dan
- aerolit, kalau ditempa dalam keris tidak tampak jelas, disebut 'pamor jalada'.
Dilihat dari proses terjadinya, pamor keris dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
- pamor Jwalana, pamor yang terjadi dengan sendirinya karena keahlian sang empu, corak dan ragam hiasnya terjadi secara alamiah. Contoh pamor Jwalana adalah : pamor Mega Mendhung, pamor Urap-urap dan pamor Ngulit Semangka;
- pamor Anukarta, yakni pamor yang dibuat secara sengaja, direncanakan oleh sang empu. Contohnya pamor Blarak Ngirid, pamor Kenanga Ginubah, pamor Wiji Timun, pamor Untu Walang dan pamor Udan Mas.
- pamor Jwalana, pamor yang terjadi dengan sendirinya karena keahlian sang empu, corak dan ragam hiasnya terjadi secara alamiah. Contoh pamor Jwalana adalah : pamor Mega Mendhung, pamor Urap-urap dan pamor Ngulit Semangka;
- pamor Anukarta, yakni pamor yang dibuat secara sengaja, direncanakan oleh sang empu. Contohnya pamor Blarak Ngirid, pamor Kenanga Ginubah, pamor Wiji Timun, pamor Untu Walang dan pamor Udan Mas.
Kegunaan keris bagi masyarakat Jawa bermacam-macam. Pada mulanya keris adalah
senjata tikam dalam perkelahian atau pertempuran. Dalam hal ini keris dibawa sebagai
sipat kandel. Namun dalam perkembangannya, keris tidak lagi berfungsi sebagai
senjata, tetapi sebagai tosan aji, artefak karya empu pembuatnya. Sebagai konsep
perpaduan 'bapa akasa – ibu pertiwi' keris dipercaya menyandang kekuatan gaib
yang dapat bepengaruh bagi pemiliknya. Akhirnya keris merupakan bagian dari budaya
jawa sebagai salah satu kelengkapan hidup orang Jawa yang tergambar dalam konsep:
wisma (rumah), garwa (istri), turangga (kuda), kukila (burung) dan curiga (senjata
keris).
Di antara keris-keris pusaka Kraton Yogyakarta yang menduduki tempat terpenting
adalah kangjeng Kyai Ageng Kopek. Keris ini hanya boleh dikenakan oleh sultan
sendiri, lambang perannya sebagai pemimpin rohani dan duniawi. Menurut tradisi
keris ini dibuat pada masa kerajaan Demak dan pernah dimiliki oleh Sunan Kalijaga.
Selain itu ada keris Kangjeng Kyai Joko Piturun yang hanya boleh dikenakan oleh
putra mahkota, sedang Kangjeng Kyai Toyatinaban adalah keris yang dikenakan oleh
Gusti Pangeran Harya Hangabehi, putra lelaki tertua Sultan. Keris Kangjeng Kyai
Purboniat hanya boleh dikenakan oleh patih Danureja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar